Rabu, 11 Oktober 2017

Kelalaian/Culpa : Kesalahan Dalam Arti Luas dan Melawan Hukum



TUGAS MAKALAH
HUKUM PIDANA
KELALAIAN/CULPA


DISUSUN OLEH :
             
SHOLIKAH                             D10116673
SINTIA PRADINI                   D10116677
SUFITRI                                   D10116692
       STEFANDRI PERARU                D10116687
SRI WAHYUNI                       D10116684
WAHYU                                   D10116715
YASIR UMAR BATATI          D10116724
YULIA YUNARA                  D10116729
ADHI PURNA BUDI             D10116746
JUFRI                                       D10116775
       RINALDI                                     D10116759
FERIAL DAWALI                  D10116770
        NURFIDIANI                        
        IDUL ILHAM                         


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2017


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah Hukum Pidana ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kelalaian/Culpa”.

Meskipun kami telah berusaha semaksimal mungkin menyusun makalah ini dalam wujud yang terbaik, kami yakin pasti tak lepas dari kekurangan, sesuai dengan peribahasa yang menyatakan bahwa ”Tak Ada Gading Yang Tak Retak” yang artinya “Tak Ada Manusia Yang Sempurna”, maka kami selaku penyusun menerima kritik dan saran terbuka bagi semua pihak untuk sempurnanya kami dalam menyusun makalah pada masa-masa mendatang.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih atas segala bentuk kerjasamanya semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi ikhtiar kita dalam presentasi ini melalui makalah ini, Amin.




Palu, 12 Oktober 2017

                                                                                                                   Penulis







i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................
DAFTAR ISI..........................................................................
BAB 1  : PENDAHULUAN...................................................
1.     Latar Belakang..................................................................
2.     Rumusan Masalah.............................................................
3.     Tujuan...............................................................................
4.     Tinjauan Pustaka...............................................................
BAB 2  : PEMBAHASAN.....................................................
1.     Pengertian dan Jenis-Jenis Kelalaian/Culpa.......................          
BAB 3  : PENUTUP..............................................................
1.     Kesimpulan.......................................................................

DAFTAR PUSTAKA












ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
          Ketika kita berbicara tentang perkara Pidana, maka sudah barang tentu kita akan dihadapkan kepada perbuatan pidana, peristiwa pidana dan tindak pidana (delik). Dalam melakukan tindak pidana unsur subyektivitas dan unsur obyektivitas pastilah ada. Dikatakan ada unsur subyektivitas sebab dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya si pelaku ingin melakukan suatu tindak kejahatan dari jalan pikiran atau perasaan si pelaku (unsur kesengajaan) ataupun keinginan untuk melakukan hal tersebut (tindak pidana) karena desakan suatu pihak (unsur paksaan), atau bahkan si pelaku melakukan suatu tindak pidana karena kealpaan-(culpa)-nya. Berarti dalam melakukan tindak pidana ini ada keinginan dari pelaku untuk melakukan tindakan tersebut, baik itu disengaja ataupun tidak. Sedangkan adanya unsur obyektivitas tentunya sudah jelas sebab seseorang tidak akan melakukan suatu tindak pidana tanpa adanya obyek, baik obyek tersebut berbentuk barang ataupun manusia.
          Melihat kedua unsur di atas tentulah para penegak hukum akan mempertimbangkan sanksi yang akan diberikan kepada seorang pelaku yang melakukan tindak pidana. Dengan demikian, ukuran hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak asal-asalan. Dengan memperhatikan fenomena tersebut, kami akan mencoba membahas salah satu unsur seseorang dapat dikenakan hukuman (pidana), yaitu kesengajaan.

2.     Rumusan Masalah
1.     Apa Itu Pengertian dan Jenis-Jenis Kelalaian atau Culpa?

2.     Tujuan
·        Agar mahasiswa mengetahui apa itu Pengertian dan jenis-jenis kalalaian atau culpa.

3.     Tinjauan Pustaka
Berdasarkan dengan judul penelitian oleh penulis mengenai “Kelalaian/Culpa” maka diperlukan penjelasan mengenai definisi awal dari kelalaian tersebut.

BAB 2
PEMBAHASAN
1.    Pengertian dan Jenis-Jenis Kelalaian/Culpa
a.     Penegertian Kelalaian/culpa
          Di dalam Undang-Undang untuk menyatakan “Kelalaian/Culpa/kealpaan” dipakai bermacam-macam istilah yaitu: schuld, onachtzaamhid, emstige raden heef om te vermoeden, redelijkerwijs moetvermoeden, moest verwachten, dan di dalam ilmu pengetahuan dipakai istilah culpa.
Istlah tentang kealpaan ini disebut “schuld” atau “culpa” yang dalam bahasa Indenesia diterjemahkan dengan “kesalahan”. Tetapi maksudnya adalah dalam arti sempit sebagai suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak sederajat seperti kesengajaan, yaitu: kurang berhati-hati sehinga akibat yang tidak disengaja terjadi
          Penjelasan tentang apa yang dimaksud “culpa” ada dalam Memory van Toelichthing (MvT) sewaktu Menteri Kehakiman Belanda mengajukan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana, dimana dalam pengajuan Rancngan itu terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud denga “kelalaian” adalah:
a.     Kekurangan pemikiran yang diperlukan
b.     Kekurangan pengetahuan/pengertian yang diperlukan
c.      Kekurangan dalam kebijaksanaan yang disadari

          Culpa itu oleh ilmu pengetahuan dan yurisprudensi memang telah ditafsirkan sebagai “een tekortaan voorzienigheid” atau “een manco aan voorzichtigheid” yang berarti “suatu kekurangan untuk melihat jauh kedepan tentang kemungkinan timbulnya akibat-akibat” atau “suatu kekurangan akan sikap berhati-hati”[1].

Lalu, Adakah ukuran kelalaian dalam hukum pidana?
          Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R. Soesilo mengenai Pasal 359 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.




Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

          Dalam hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan disebut dengan culpa. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia mengatakan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
        Sedangkan, Jan Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana mengatakan bahwa pada intinya, culpa mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau bertindak kurang terarah. Menurut Jan Remmelink, ihwal culpa di sini jelas merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut – padahal itu mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
        Mengenai ukuran kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink bahwa menurut MvA (memori jawaban) dari pemerintah, yang menjadi tolak ukur bagi pembuat undang-undang bukanlah diligentissimus pater familias (kehati-hatian tertinggi kepala keluarga), melainkan warga pada umumnya. Syarat untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup; bukan culpa levis (kelalaian ringan), melainkan culpa lata (kelalaian yang kentara/besar).
        Hal serupa juga dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro, yaitu bahwa menurut para penulis Belanda, yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak berat. Istilah yang mereka pergunakan adalah grove schuld (kesalahan besar). Meskipun ukuran grove schuld ini belum tegas seperti kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
        Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concreto terjadi. Jadi, tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak tanduknya.
        Pada akhirnya, Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang bersifat pribadi sang hakim sendiri. Hal ini tidak dapat dielakkan.
        Jadi, pada dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hakim juga berperan serta dalam menentukan hal tersebut[2].

b.     Jenis-Jenis Kelalaian/culpa
         
          Penggaradasian bentuk kealpaan dapat diterangkan dari dua susudt pandang. Pertama, dari sudut pandang kecerdasan atau kekuatan ingatan pelaku, maka diperbedakan gradasi kealpaan yang berat (culpa lata) dan kealpaan yang ringan (culp levis).
          Untuk mengetahu apakah ada kealpaan atau tidak, dilihat dari sudut pandang kecerdasan, untuk gradasi kealpaan yang berat disyaratkan adanya kekuarangwaspadaan (onvoorzichtigheid), dan untuk kealpaan yang ringan disyaratkan hasil perkiraan atau perbandingan:
1.     Tindaka pelaku terhadap tindakan orang  lain dari golongan pelaku atau;
2.     Tindakan pelaku terhadap tindakan orang lain yang terpandai dalam golongan pelaku.
          Sedangkan sudut pandang kedua penggradasian bentuk kealpaan dilihat dari sudut kesadaran (bewustheid), diperbedakan gradasi kealpaan yang disadari (bewuste schuld) terhadap kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).
          Dikatakan sebagai kealpaan yang disadari jika pelaku dapat membayangkan atau memperkirakan akan timbulnya suatu akibat. Tetapi ketika ia melakukan tindakannya dengan usaha pencegahan supaya tidak timbul akibat itu, namun akibat itu timbul juga.
          Dan dikatakan sebagai kealpaan yang tidak disadari bila mana pelaku tidak dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat, tetapi seharusnya (menueurut perhitungan umum/ yang layak) pelaku dapat membayangkannya (onverchilligheid ten opzichte van rechtsbelangen van anderen). Kealpaan karena yang disadari lebih berat sanksi pidananya dibdandingkan dengan kealpaan yang tidak disadari[3].
















BAB 3
PENUTUP
1.     Kesimpulan
          Kesengajaan dalam tindak pidana adalah apabila yang melakukan tindak pidana dengan sadar, mengetahui dan menghendakinya atau juka tidak melakukannya (ia diam) tapi ia setuju dengan tindakan tersebut dan membiarkan tindak pidana tersebut.
          Kealpaan adalah suatu struktur yang sangat gecompliceerd. Dia mengandung dalam satu pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan menunjuk kepada adanya  keadaan bathin yang tertentu, dan dilain pihak keadaan bathinnya itu sendiri”. Selanjutnya dikatakan: “jika dimengertikan demikian, maka culpa (kealpaan) mencakup semua makna kesalahan dalam arti luas yang bukan berupa kesengajaan. Beda kesengajaan daripada kealpaan ialah bahwa dalam kesengajaan ada sifat yang positif yaitu adanya kehendak dan penyetujuan yang disadari daripada bagian-bagian delik yang meliputi oleh kesengajaan, sedang sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan.












Daftar Pustaka




[1] Handar Subhandi, “Penegrtian dan Jenis-Jenis Kealpaan dan Culpa”, diakses dari http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-dan-jenis-jenis-kealpaan.html, pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:00
[2] Anonym, “Adakah Uraian Kelalaian Dalam Hukum Pidana?”, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d592cf9865d/adakah-ukuran-kelalaian-dalam-hukum-pidana, pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:10
[3] Danang S.H., M.H. , “Culpa (Kealpaan)”, diakses dari http://www.negarahukum.com/hukum/culpa-kealpaan.html, pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:22