TUGAS MAKALAH
HUKUM PIDANA
“KELALAIAN/CULPA”
DISUSUN
OLEH :
SHOLIKAH D10116673
SINTIA PRADINI D10116677
SUFITRI D10116692
STEFANDRI PERARU D10116687
SRI WAHYUNI D10116684
WAHYU D10116715
YASIR UMAR
BATATI D10116724
YULIA YUNARA D10116729
ADHI PURNA BUDI D10116746
JUFRI D10116775
RINALDI D10116759
FERIAL DAWALI
D10116770
NURFIDIANI
IDUL ILHAM
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
TADULAKO
2017
Kata Pengantar
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah Hukum
Pidana ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kelalaian/Culpa”.
Meskipun kami telah berusaha semaksimal
mungkin menyusun makalah ini dalam wujud yang terbaik, kami yakin pasti
tak lepas dari kekurangan, sesuai dengan peribahasa yang menyatakan bahwa ”Tak
Ada Gading Yang Tak Retak” yang artinya “Tak Ada Manusia Yang Sempurna”, maka
kami selaku penyusun menerima kritik dan saran terbuka bagi semua pihak untuk
sempurnanya kami dalam menyusun makalah pada masa-masa mendatang.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih atas
segala bentuk kerjasamanya semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi ikhtiar kita
dalam presentasi ini melalui makalah ini, Amin.
Palu, 12 Oktober 2017
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................
DAFTAR
ISI..........................................................................
BAB
1 : PENDAHULUAN...................................................
1. Latar
Belakang..................................................................
2. Rumusan
Masalah.............................................................
3. Tujuan...............................................................................
4. Tinjauan Pustaka...............................................................
BAB
2 : PEMBAHASAN.....................................................
1. Pengertian
dan Jenis-Jenis Kelalaian/Culpa.......................
BAB
3 : PENUTUP..............................................................
1. Kesimpulan.......................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketika
kita berbicara tentang perkara Pidana, maka sudah barang tentu kita akan
dihadapkan kepada perbuatan pidana, peristiwa pidana dan tindak pidana (delik).
Dalam melakukan tindak pidana unsur subyektivitas dan unsur obyektivitas
pastilah ada. Dikatakan ada unsur subyektivitas sebab dalam melakukan suatu
tindak pidana tentunya si pelaku ingin melakukan suatu tindak kejahatan dari
jalan pikiran atau perasaan si pelaku (unsur kesengajaan) ataupun keinginan
untuk melakukan hal tersebut (tindak pidana) karena desakan suatu pihak (unsur
paksaan), atau bahkan si pelaku melakukan suatu tindak pidana karena
kealpaan-(culpa)-nya. Berarti dalam melakukan tindak pidana ini ada keinginan
dari pelaku untuk melakukan tindakan tersebut, baik itu disengaja ataupun
tidak. Sedangkan adanya unsur obyektivitas tentunya sudah jelas sebab seseorang
tidak akan melakukan suatu tindak pidana tanpa adanya obyek, baik obyek
tersebut berbentuk barang ataupun manusia.
Melihat
kedua unsur di atas tentulah para penegak hukum akan mempertimbangkan sanksi
yang akan diberikan kepada seorang pelaku yang melakukan tindak pidana. Dengan demikian, ukuran hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak
asal-asalan. Dengan memperhatikan fenomena tersebut, kami akan mencoba membahas
salah satu unsur seseorang dapat dikenakan hukuman (pidana), yaitu kesengajaan.
2. Rumusan Masalah
1.
Apa Itu Pengertian dan Jenis-Jenis Kelalaian atau Culpa?
2. Tujuan
·
Agar mahasiswa mengetahui apa itu Pengertian dan jenis-jenis kalalaian atau
culpa.
3. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan dengan judul penelitian oleh penulis mengenai
“Kelalaian/Culpa” maka diperlukan penjelasan mengenai definisi awal dari
kelalaian tersebut.
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Jenis-Jenis Kelalaian/Culpa
a.
Penegertian Kelalaian/culpa
Di dalam Undang-Undang untuk
menyatakan “Kelalaian/Culpa/kealpaan” dipakai bermacam-macam istilah yaitu:
schuld, onachtzaamhid, emstige raden heef om te vermoeden, redelijkerwijs
moetvermoeden, moest verwachten, dan di dalam ilmu pengetahuan dipakai istilah
culpa.
Istlah tentang
kealpaan ini disebut “schuld” atau “culpa” yang dalam bahasa Indenesia
diterjemahkan dengan “kesalahan”. Tetapi maksudnya adalah dalam arti sempit
sebagai suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak sederajat
seperti kesengajaan, yaitu: kurang berhati-hati sehinga akibat yang tidak
disengaja terjadi
Penjelasan tentang apa yang dimaksud
“culpa” ada dalam Memory van Toelichthing (MvT) sewaktu Menteri Kehakiman
Belanda mengajukan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana, dimana dalam pengajuan
Rancngan itu terdapat penjelasan mengenai apa yang dimaksud denga “kelalaian”
adalah:
a.
Kekurangan pemikiran yang diperlukan
b.
Kekurangan pengetahuan/pengertian yang diperlukan
c.
Kekurangan dalam kebijaksanaan yang disadari
Culpa itu oleh ilmu pengetahuan dan
yurisprudensi memang telah ditafsirkan sebagai “een tekortaan voorzienigheid”
atau “een manco aan voorzichtigheid” yang berarti “suatu kekurangan untuk
melihat jauh kedepan tentang kemungkinan timbulnya akibat-akibat” atau “suatu
kekurangan akan sikap berhati-hati”[1].
Lalu, Adakah ukuran kelalaian dalam hukum pidana?
Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang
hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan R.
Soesilo mengenai Pasal 359 KUHP, dalam bukunya yang berjudul Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal, yang mengatakan bahwa “karena salahnya” sama dengan kurang
hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.
Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa
karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun.”
Dalam
hukum pidana, kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan disebut
dengan culpa. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam bukunya
yang berjudul Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia mengatakan bahwa arti
culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum
mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang
tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat
yang tidak disengaja terjadi.
Sedangkan, Jan
Remmelink dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana mengatakan bahwa
pada intinya, culpa mencakup kurang (cermat) berpikir, kurang pengetahuan, atau
bertindak kurang terarah. Menurut Jan Remmelink, ihwal culpa di sini jelas
merujuk pada kemampuan psikis seseorang dan karena itu dapat dikatakan bahwa
culpa berarti tidak atau kurang menduga secara nyata (terlebih dahulu
kemungkinan munculnya) akibat fatal dari tindakan orang tersebut – padahal itu
mudah dilakukan dan karena itu seharusnya dilakukan.
Mengenai ukuran
kelalaian dalam hukum pidana, Jan Remmelink bahwa menurut MvA (memori jawaban)
dari pemerintah, yang menjadi tolak ukur bagi pembuat undang-undang bukanlah diligentissimus
pater familias (kehati-hatian tertinggi kepala keluarga), melainkan warga
pada umumnya. Syarat untuk penjatuhan pidana adalah sekedar kecerobohan serius
yang cukup, ketidakhati-hatian besar yang cukup; bukan culpa levis
(kelalaian ringan), melainkan culpa lata (kelalaian yang kentara/besar).
Hal serupa juga
dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro, yaitu bahwa menurut para penulis Belanda,
yang dimaksudkan dengan culpa dalam pasal-pasal KUHP adalah kesalahan yang agak
berat. Istilah yang mereka pergunakan adalah grove schuld
(kesalahan besar). Meskipun ukuran grove schuld ini belum tegas seperti
kesengajaan, namun dengan istilah grove schuld ini sudah ada sekedar
ancar-ancar bahwa tidak masuk culpa apabila seorang pelaku tidak perlu sangat
berhati-hati untuk bebas dari hukuman.
Lebih lanjut,
dikatakan bahwa untuk culpa ini harus diambil sebagai ukuran bagaimana
kebanyakan orang dalam masyarakat bertindak dalam keadaan yang in concreto
terjadi. Jadi, tidaklah dipergunakan sebagai ukuran seorang yang selalu sangat
berhati-hati, dan juga tidak seorang yang selalu serampangan dalam tindak
tanduknya.
Pada akhirnya,
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa dengan demikian seorang hakim juga tidak
boleh mempergunakan sifatnya sendiri sebagai ukuran, melainkan sifat kebanyakan
orang dalam masyarakat. Akan tetapi, praktis tentunya ada peranan penting yang
bersifat pribadi sang hakim sendiri. Hal ini tidak dapat dielakkan.
Jadi, pada
dasarnya yang dijadikan tolak ukur adalah ukuran kehati-hatian yang ada di
masyarakat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hakim juga berperan
serta dalam menentukan hal tersebut[2].
b.
Jenis-Jenis Kelalaian/culpa
Penggaradasian bentuk kealpaan dapat
diterangkan dari dua susudt pandang. Pertama, dari sudut pandang kecerdasan
atau kekuatan ingatan pelaku, maka diperbedakan gradasi kealpaan yang berat
(culpa lata) dan kealpaan yang ringan (culp levis).
Untuk
mengetahu apakah ada kealpaan atau tidak, dilihat dari sudut pandang
kecerdasan, untuk gradasi kealpaan yang berat disyaratkan adanya kekuarangwaspadaan
(onvoorzichtigheid), dan untuk kealpaan yang ringan disyaratkan hasil perkiraan
atau perbandingan:
1.
Tindaka pelaku terhadap tindakan orang lain dari
golongan pelaku atau;
2.
Tindakan pelaku terhadap tindakan orang lain yang
terpandai dalam golongan pelaku.
Sedangkan
sudut pandang kedua penggradasian bentuk kealpaan dilihat dari sudut kesadaran
(bewustheid), diperbedakan gradasi kealpaan yang disadari (bewuste schuld)
terhadap kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).
Dikatakan
sebagai kealpaan yang disadari jika pelaku dapat membayangkan atau
memperkirakan akan timbulnya suatu akibat. Tetapi ketika ia melakukan
tindakannya dengan usaha pencegahan supaya tidak timbul akibat itu, namun
akibat itu timbul juga.
Dan
dikatakan sebagai kealpaan yang tidak disadari bila mana pelaku tidak dapat
memperkirakan akan timbulnya suatu akibat, tetapi seharusnya (menueurut
perhitungan umum/ yang layak) pelaku dapat membayangkannya (onverchilligheid
ten opzichte van rechtsbelangen van anderen). Kealpaan karena yang disadari
lebih berat sanksi pidananya dibdandingkan dengan kealpaan yang tidak disadari[3].
BAB 3
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesengajaan
dalam tindak pidana adalah apabila yang melakukan tindak pidana dengan sadar,
mengetahui dan menghendakinya atau juka tidak melakukannya (ia diam) tapi ia
setuju dengan tindakan tersebut dan membiarkan tindak pidana tersebut.
Kealpaan
adalah suatu struktur yang sangat gecompliceerd. Dia mengandung dalam satu
pihak kekeliruan dalam perbuatan lahir, dan menunjuk kepada adanya keadaan bathin yang tertentu, dan dilain
pihak keadaan bathinnya itu sendiri”. Selanjutnya dikatakan: “jika
dimengertikan demikian, maka culpa (kealpaan) mencakup semua makna kesalahan
dalam arti luas yang bukan berupa kesengajaan. Beda kesengajaan daripada
kealpaan ialah bahwa dalam kesengajaan ada sifat yang positif yaitu adanya
kehendak dan penyetujuan yang disadari daripada bagian-bagian delik yang
meliputi oleh kesengajaan, sedang sifat positif ini tidak ada dalam kealpaan.
Daftar Pustaka
·
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d592cf9865d/adakah-ukuran-kelalaian-dalam-hukum-pidana
[1] Handar
Subhandi, “Penegrtian dan Jenis-Jenis
Kealpaan dan Culpa”, diakses dari http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2015/01/pengertian-dan-jenis-jenis-kealpaan.html, pada
tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:00
[2] Anonym, “Adakah Uraian Kelalaian Dalam Hukum
Pidana?”, diakses dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d592cf9865d/adakah-ukuran-kelalaian-dalam-hukum-pidana, pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:10
[3] Danang S.H., M.H. , “Culpa (Kealpaan)”, diakses dari http://www.negarahukum.com/hukum/culpa-kealpaan.html, pada
tanggal 11 Oktober 2017 pukul 12:22